Sesuai dengan judulnya ini
tentang Aisah bukan Aisyah
Aisah adalah teman sekaligus
sahabatku yang baru kukenal 3 tahun belakangan ini di SMA bukan Aisyah istri
baginda Nabi Muhammad saw, awal perkenalan kami cukup abstrak berawal dari
seringnya aku melihat seorang wanita memakai jilbab mengendarai motor gigi
dengan helm kodok berwarna hijau lewat depan rumahku memakai seragam ketika aku
juga hendak berangkat sekolah. Awalnya aku tak heran karena banyak anak sekolah
yang kalau berangkat lewat depan rumahku, maklumlah rumahku tepat disamping
jalan raya. Tetapi lama-lama aku sadar seragam batik yang biasa aku kenakan
ketika hari kamis sama motif dan warnanya dengan yang ia kenakan.
Alhasil lama-lama aku penasaran,
siapa “si helm kodok” itu? Dalam pikirku, ternyata ada juga ya yang rumahnya
lebih jauh dari rumahku ke sekolah selain Ulfah yang kebetulan dia juga
sahabatku dari SMP hingga SMA yang kuajak bersekolah disana. Karena jarak
rumahku kesekolah itu 12 km, jauhkan. Iyalah sekolahku Jakarta rumahku Bekasi.
Bukan karena tidak ada sekolah dekat rumahku, tapi karena memang aku dengan
sepupuku dulu ingin sekali sekolah SMA disana yang kebetulan ayahnya adalah
guru disana, tetapi sayangnya karena alasan tertentu ia tidak bisa melanjutkan
SMA disana, ia disekolahkan di salah satu SMA swasta di Bekasi.
Untuk menjawab penasaranku itu,
akupun setiap jam olahraga mencari motor yang sering ia kendarai untuk
berangkat ke sekolah, mudah untukku mencari motornya, karena dari ratusan motor
di parkiran siswa, hanya ada tiga yang terdapat helm kodoknya. Dua motor matic
dan satu lagi motor gigi, ya tentu saja aku menemukannya, karena ia yang
memakai helm kodok yang sering lewat rumahku itu motornya gigi. Setelah ketemu
motor dan helm yang sama diparkiran aku memastikan bahwa itu motor yang sama
dengan orang yang sering kulihat itu.
Muncullah rasa penasaranku
berikutnya, siapa pengendara itu. Usahaku untuk menjawab penasaranku pun
berlanjut, aku berusaha datang pagi sekali kesekolah untuk melihat wajah si
pengendara itu. Hari demi hari berlalu wajah yang kucari belum juga kelihatan
sampai minggu kedua akhirnya aku bisa melihat jelas si pegendara itu, ternyata
ia orangnya manis dan murah senyum. Sudah kuhafalkan wajahnya, tetapi tetap
saja aku tidak bisa memastikan bahwa ia orang yang sama dengan pengendara yang
sering lewat rumahku. Karena ketika kami bertemupun kami hanya saling senyum.
Lama-lama aku gregetan juga ingin
bertanya pada dia apa rumah ia di Bekasi. Allah pun memberi jalan untukku
berkenalan dengannya, Aku yang kebetulan memilih 2 ekskul bisa bertemu dengan
nya disala satu ekskulku, kami saling sapa, saling berkenalan dan tanpa basa
basi aku langsung menanyakan hal yang aku tanyakan padanya. Dan jawabannya
sesuai dengan yang hipotesisku iya adalah orang yang sama dengan pengendara
yang sering lewat rumahku.
Tahun pertama kita tidak terlalu
akrab walaupun kelas kita bersebelahan, kita hanya bertemu seperlunya saja,
mungkin hanya ketika ada urusan di ekskul selain itu kita hanya saling sapa dan
senyum.
Tahun kedua jabatan kami diekskul
sebagai anggota naik menjadi pengurus, awal tahun kedua kami belum banyak
membuat acara sekolah karena masih banyak yang harus kami urus dan pelajari
terlebih dahulu, sehingga kami pun jarang bertemu dan Aisah pun yang disetiap acara terkadang izin
karena kami tahu ia memiliki 3 ekskul di SMA, pertengahan tahun kedua ketika
aku sedang latian beladiri yang kebetulan itu adalah ekskul aku yang tidak
diikuti Aisah disekolah, aku melihat Aisah dikejauhan sedang memperhatikan kami
sambil memegang alat tulis dan sebuah buku.
Sampai akhirnya aku izin ke
pelatihku untuk menemuinya. Tentu pelatihku yang baik hati itu mengizinkannya.
Aku bertanya padanya,
“Ai? Kamu ngapain? Ko belum
pulang, bukannya semua ekskul yang dalam ruangan udah keluar?”.
Dia menjawab “eh Awid, iya ekskul
sih udah selesai Cuma sekarang aku lagi menyalurkan hobiku gambar, engga ganggu
kalian kan?”
“Engga ko, emang lagi gambar apaan?”
“lagi gambar kalian Latian.
Hehehe boleh kan?”
“walah, yaudah sini ikut aku”
Sampai akhirnya aku ajak dia ke
pelatih aku.
“Ka, ini temen aku ingin gambar
kita latian, bolehkan duduk di tempat tas kita? Biar lebih deket dan jelas
liatnya”
“Jangan, jangan di tempat tas,
ikut lingkaran aja, soalnya mau fight biar ga ketutupan kalau lagi sapuan dan
samparan”
“serius ka boleh dilingkaran?”
Tanya Aisah
“serius, tapi nanti fight ya”
jawab pelatih
“masa sih ka? Aisah kan belum tau
teknik dasarnya juga” Tanya saya
“ya enggalah, kamu serius banget
sih wid wid” jawab pelatih saya santai
“ah kakak makasih ya” ungkap
Aisah ke pelatih
Dua kali iya menggambar kita
ketika latian, akhirnya aku ngajakin dia ikut latian bela diri, yang pada
akhirnya aku dan Aisah mempunyai dua ekskul yang sama. Lama-lama kita jadi akrab,
karena seringnya ketemu. Ia jadi sering curhat ke aku, sampai seringnya aku
nebeng ke dia kalau lagi ga bawa motor.
Rasa penasaranku in gin lebih
dekat sama dia terjawab sudah semuanya.
Aisah adalah seorang sahabat yang
berharga bagiku dia mempunyai apa yang ga aku punya. Ia yang bisa membuatku
lebih mensyukuri indahnya hidup. Walaupun ibu kandungnya sudah tiada, ia selalu
isa bersyukur. Bila berbicara dengan ayah dan bunda yang bukan ibu kandungnya
saja sangat lembut perkataannya, sopan, tertutur rapih, dengan senyuman manis.
Padahal zaman sekarang banyak sekali anak yang bahkan sama orangtua kandungnya
saja membentak-bentak, bicara kasar dan
tak mau tau urusan orangtuanya. Bagiku Aisah itu shalihah, murah senyum, sopan
santun, jago menggambar, sangat menyukai komik, mau belajar dari siapapun,
penurut, seorang kakak idaman bagi adik kandung maupun tirinya, seorang anak
yang penurut, kreatif, inspiratif, tak kenal lelah, sabar, mensyukuri apa yang
ia miliki, disiplin, sayang pada saudara kandung maupun tirinya, seseorang yang
tak pernah marah karena memang aku tak pernah melihat ia marah, berbakat, dan
mengalir apa adanya.
Postingan ini aku persembahkan
untuk Aisah seorang Sahabatku yang akan merantau untuk menlanjutkan studi di
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Mudah-mudahan aku dan dia selalu bisa menjaga ukhuwah
walau berbeda kota. Semoga Aisah dilancarkan dan dimudahkan studinya, dan
rencananya untuk menikah muda di mudah terlaksana dengan mendapatkan suami yang
Shalih, beriman, bertanggung jawab dan pastinya tetap bisa menjaga Aisah dan
membuat Aisah tetap tersenyum seperti sekarang. Sukses untuk Kamu Ai, sahabatku
yang akan merantau. Selalu berikan yang terbaik untuk Agama, Bangsa dan
Orangtua.
Selamat Jalan, Selamat Berjuang,
Semoga Sukses.
Semoga Allah mempertemukan kita
kembali. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.