Senin, 09 Juni 2014

Penasaran? Dia Aisah si helm kodok bukan Aisyah?



Sesuai dengan judulnya ini tentang Aisah bukan Aisyah

Aisah adalah teman sekaligus sahabatku yang baru kukenal 3 tahun belakangan ini di SMA bukan Aisyah istri baginda Nabi Muhammad saw, awal perkenalan kami cukup abstrak berawal dari seringnya aku melihat seorang wanita memakai jilbab mengendarai motor gigi dengan helm kodok berwarna hijau lewat depan rumahku memakai seragam ketika aku juga hendak berangkat sekolah. Awalnya aku tak heran karena banyak anak sekolah yang kalau berangkat lewat depan rumahku, maklumlah rumahku tepat disamping jalan raya. Tetapi lama-lama aku sadar seragam batik yang biasa aku kenakan ketika hari kamis sama motif dan warnanya dengan yang ia kenakan.
Alhasil lama-lama aku penasaran, siapa “si helm kodok” itu? Dalam pikirku, ternyata ada juga ya yang rumahnya lebih jauh dari rumahku ke sekolah selain Ulfah yang kebetulan dia juga sahabatku dari SMP hingga SMA yang kuajak bersekolah disana. Karena jarak rumahku kesekolah itu 12 km, jauhkan. Iyalah sekolahku Jakarta rumahku Bekasi. Bukan karena tidak ada sekolah dekat rumahku, tapi karena memang aku dengan sepupuku dulu ingin sekali sekolah SMA disana yang kebetulan ayahnya adalah guru disana, tetapi sayangnya karena alasan tertentu ia tidak bisa melanjutkan SMA disana, ia disekolahkan di salah satu SMA swasta di Bekasi.
Untuk menjawab penasaranku itu, akupun setiap jam olahraga mencari motor yang sering ia kendarai untuk berangkat ke sekolah, mudah untukku mencari motornya, karena dari ratusan motor di parkiran siswa, hanya ada tiga yang terdapat helm kodoknya. Dua motor matic dan satu lagi motor gigi, ya tentu saja aku menemukannya, karena ia yang memakai helm kodok yang sering lewat rumahku itu motornya gigi. Setelah ketemu motor dan helm yang sama diparkiran aku memastikan bahwa itu motor yang sama dengan orang yang sering kulihat itu.
Muncullah rasa penasaranku berikutnya, siapa pengendara itu. Usahaku untuk menjawab penasaranku pun berlanjut, aku berusaha datang pagi sekali kesekolah untuk melihat wajah si pengendara itu. Hari demi hari berlalu wajah yang kucari belum juga kelihatan sampai minggu kedua akhirnya aku bisa melihat jelas si pegendara itu, ternyata ia orangnya manis dan murah senyum. Sudah kuhafalkan wajahnya, tetapi tetap saja aku tidak bisa memastikan bahwa ia orang yang sama dengan pengendara yang sering lewat rumahku. Karena ketika kami bertemupun kami hanya saling senyum.
Lama-lama aku gregetan juga ingin bertanya pada dia apa rumah ia di Bekasi. Allah pun memberi jalan untukku berkenalan dengannya, Aku yang kebetulan memilih 2 ekskul bisa bertemu dengan nya disala satu ekskulku, kami saling sapa, saling berkenalan dan tanpa basa basi aku langsung menanyakan hal yang aku tanyakan padanya. Dan jawabannya sesuai dengan yang hipotesisku iya adalah orang yang sama dengan pengendara yang sering lewat rumahku.
Tahun pertama kita tidak terlalu akrab walaupun kelas kita bersebelahan, kita hanya bertemu seperlunya saja, mungkin hanya ketika ada urusan di ekskul selain itu kita hanya saling sapa dan senyum.
Tahun kedua jabatan kami diekskul sebagai anggota naik menjadi pengurus, awal tahun kedua kami belum banyak membuat acara sekolah karena masih banyak yang harus kami urus dan pelajari terlebih dahulu, sehingga kami pun jarang bertemu dan  Aisah pun yang disetiap acara terkadang izin karena kami tahu ia memiliki 3 ekskul di SMA, pertengahan tahun kedua ketika aku sedang latian beladiri yang kebetulan itu adalah ekskul aku yang tidak diikuti Aisah disekolah, aku melihat Aisah dikejauhan sedang memperhatikan kami sambil memegang alat tulis dan sebuah buku.
Sampai akhirnya aku izin ke pelatihku untuk menemuinya. Tentu pelatihku yang baik hati itu mengizinkannya. Aku bertanya padanya,
“Ai? Kamu ngapain? Ko belum pulang, bukannya semua ekskul yang dalam ruangan udah keluar?”.
Dia menjawab “eh Awid, iya ekskul sih udah selesai Cuma sekarang aku lagi menyalurkan hobiku gambar, engga ganggu kalian kan?”
“Engga ko,  emang lagi gambar apaan?”
“lagi gambar kalian Latian. Hehehe boleh kan?”
“walah, yaudah sini ikut aku”
Sampai akhirnya aku ajak dia ke pelatih aku.
“Ka, ini temen aku ingin gambar kita latian, bolehkan duduk di tempat tas kita? Biar lebih deket dan jelas liatnya”
“Jangan, jangan di tempat tas, ikut lingkaran aja, soalnya mau fight biar ga ketutupan kalau lagi sapuan dan samparan”
“serius ka boleh dilingkaran?” Tanya Aisah
“serius, tapi nanti fight ya” jawab pelatih
“masa sih ka? Aisah kan belum tau teknik dasarnya juga” Tanya saya
“ya enggalah, kamu serius banget sih wid wid” jawab pelatih saya santai
“ah kakak makasih ya” ungkap Aisah ke pelatih
Dua kali iya menggambar kita ketika latian, akhirnya aku ngajakin dia ikut latian bela diri, yang pada akhirnya aku dan Aisah mempunyai dua ekskul yang sama. Lama-lama kita jadi akrab, karena seringnya ketemu. Ia jadi sering curhat ke aku, sampai seringnya aku nebeng ke dia kalau lagi ga bawa motor.
Rasa penasaranku in gin lebih dekat sama dia terjawab sudah semuanya.
Aisah adalah seorang sahabat yang berharga bagiku dia mempunyai apa yang ga aku punya. Ia yang bisa membuatku lebih mensyukuri indahnya hidup. Walaupun ibu kandungnya sudah tiada, ia selalu isa bersyukur. Bila berbicara dengan ayah dan bunda yang bukan ibu kandungnya saja sangat lembut perkataannya, sopan, tertutur rapih, dengan senyuman manis. Padahal zaman sekarang banyak sekali anak yang bahkan sama orangtua kandungnya saja membentak-bentak, bicara kasar  dan tak mau tau urusan orangtuanya. Bagiku Aisah itu shalihah, murah senyum, sopan santun, jago menggambar, sangat menyukai komik, mau belajar dari siapapun, penurut, seorang kakak idaman bagi adik kandung maupun tirinya, seorang anak yang penurut, kreatif, inspiratif, tak kenal lelah, sabar, mensyukuri apa yang ia miliki, disiplin, sayang pada saudara kandung maupun tirinya, seseorang yang tak pernah marah karena memang aku tak pernah melihat ia marah, berbakat, dan mengalir apa adanya.
Postingan ini aku persembahkan untuk Aisah seorang Sahabatku yang akan merantau untuk menlanjutkan studi di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Mudah-mudahan aku dan dia selalu bisa menjaga ukhuwah walau berbeda kota. Semoga Aisah dilancarkan dan dimudahkan studinya, dan rencananya untuk menikah muda di mudah terlaksana dengan mendapatkan suami yang Shalih, beriman, bertanggung jawab dan pastinya tetap bisa menjaga Aisah dan membuat Aisah tetap tersenyum seperti sekarang. Sukses untuk Kamu Ai, sahabatku yang akan merantau. Selalu berikan yang terbaik untuk Agama, Bangsa dan Orangtua.
Selamat Jalan, Selamat Berjuang, Semoga Sukses.
Semoga Allah mempertemukan kita kembali. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.